Kondisi Intelectual Property Indonesia

Kemajuan suatu negara sangat dipengaruhi oleh kemampuan menguasai dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendorong produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun ekspor. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saja tidaklah cukup tetapi harus disertai dengan kemampuan mensinergikan berbagai potensi yang ada secara sistematis untuk dapat menghasilkan barang dan jasa yang berdaya saing tinggi (kompetitif). Sejalan dengan hal tersebut interaksi antara industri, perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan sangat diperlukan guna menumbuhkembangkan jaringan kerjasama untuk meningkatkan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mencapai hal tersebut perlu dukungan pemerintah dan regulasi yang jelas.

Sampai dengan tahun 2009 terjadi penguatan regulasi/ kerangka kebijakan pembangunan Iptek yang patut diapresiasi. Setelah amandemen ke – 4 UUD 1945, dimana di dalam salah satu pasalnya tercantum Visi Pembangunan Iptek Nasional, pada tahun 2002 diundangkan UU No.18/tahun 2002 tentang Sistem Nasional Iptek, yang menjadi landasan konsepsional pembangunan Iptek. Kemudian dari tahun 2005 – 2009 dihasilkan 4 PP turunan dari UU. No.18 tahun 2002, yakni PP No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan yang mengamanatkan agar hasil – hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan negara;

Pasal 16 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mewajibkan perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan untuk mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual dan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan kepada badan usaha, pemerintah dan masyarakat.

Kewajiban alih teknologi kekayaan intelektual dan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut dimaksudkan agar hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dibiayai oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah dapat dimanfaatkan seluas mungkin oleh masyarakat, dan menghasilkan nilai tambah ekonomi atau perbaikan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan hidupnya. Dengan demikian investasi pemerintah atau pemerintah daerah tersebut dapat menghasilkan public return sebesar mungkin.

Kontribusi litbang Iptek bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara masih harus ditingkatkan, misalnya saja tercermin dari indikator-indikator pembangunan Iptek sbb.:

  1. Jumlah keluaran riset peneliti Indonesia dalam bentuk publikasi ilmiah internasional dan paten masih sangat rendah, hanya mencapai sekitar 560 jurnal ilmiah internasional per tahun9. Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO), jumlah paten internasional Indonesia sampai dengan tahun 2008 adalah 208. Sedangkan sampai tahun 2008 jumlah paten domestik yang didaftarkan di Ditjen HKI, berjumlah 2718 (4,14 % dari seluruh paten yang terdaftar). Hal ini menunjukkan bahwa dari segi teknologi Indonesia juga semakin dikuasai oleh hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh asing.
  2. Pada tahun 2008 jumlah paten Indonesia yang terdaftar di Kantor Paten Amerika Serikat sebesar 19 paten lebih sedikit dibandingkan dengan Malaysia (168), Singapura (450), Filipina (22) dan Thailand (40) Di sisi lain, dalam aspek pemanfaatan dan penguasaan iptek, data WEF 2009 memperlihatan, bahwa ketersediaan teknologi mutakhir di Indonesia semakin menurun. Pada tahun 2007 Indonesia menempati posisi ke-51 dari 131 negara, menjadi posisi ke 54 dari 133 negara pada tahun 2009. Di antara negara-negara ASEAN Indonesia berada di atas Vietnam (posisi ke-75) dan Philipina (87), tetapi jauh di bawah Singapura (3), Malaysia (24), Thailand (36).
  3. data Institute of Management Development (IMD) tahun 2008 bahwa jumlah publikasi ilmiah Indonesia pada jurnal internasional menduduki peringkat 51 dari 56 negara dengan jumlah publikasi sebanyak 205. Sementara data WIPO tahun 2008 menunjukkan bahwa paten Indonesia yang tercatat di sana menduduki peringkat 6 dari 7 negara Asia dengan jumlah 308.
  4. perolehan paten sederhana ( utility patent), pada tahun 2007, sesuai dengan survei WEF, Indonesia menempati posisi ke-87. Angka ini secara fluktuatif mengalami perbaikan pada tahun 2008, sehingga Indonesia menempati peringkat ke-84. Namun pada tahun 2009, kembali Indonesia menempati posisi ke-87. Di antara negara tetangga, peringkat kita berada di bawah Singapura (11), Malaysia (29), Thailand (68), dan bahkan Filipina (78).
  5. Publikasi ilmiah internasional Indonesia dalam kurun waktu 2005-2009 mengalami kenaikan. Berdasarkan data Scopus (2009) jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 masing-masing sebanyak 1.376, 1.559, 1.726, dan 1.892 artikel (www ristek.go.id).

Adapun data paten, menurut kemenristek sampai saat ini inovasi teknologi yang terdaftar sangat sedikit, yang terdaftar di Indonesia masih didominasi oleh pihak asing, terutama untuk paten biasa.

Rendahnya produktivitas SDM ini tidak dapat dilihat sebagai faktor yang berdiri sendiri karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kuantitas dan kualitas SDM, kesejahteraan, ketersediaan anggaran, ketersediaan sarana prasarana, efektivitas kelembagaan, dan manajemen Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Sampai saat ini, boleh dikatakan pengelolaan HKI belum menjadi belum dikelola secara baik dan optimal. Dalam kaitan inilah barangkali dapat dipahami belum adanya keseriusan pemerintah serta lembaga peneltian dan pengembangan dalam mengelola dan mendayagunakan HKI. Perlu adanya perubahan paradigma dari pembuat kebijakan serta pelaku penelitian dan pengembangan, sehingga HKI ini dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Pengelolaan HKI yang selama ini  dilakukan oleh Sentra HKI atau yang lainnya baik dilembaga penelitian dan pengembangan dan perguruan tinggi, tidak secara optimal dapat melaksanakan fungsi dan amanat ayang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Sentra HKI banyak mengalami kendala, baik teknis maupun non teknis, diantaranya kendala organisasi, keuangan, atau kemampuan semberdaya manusianya.

Tinggalkan komentar